Thursday, August 8, 2024

Kala Air Merasa Cemburu pada Kopi

Suatu pagi yang cerah di dapur, air merasa cemburu pada kopi. Dengan nada sendu, air berkata, "Wahai kopi, alangkah menyenangkan menjadi dirimu. Setiap hari kau menjadi pusat perhatian, difoto dengan berbagai pose, diberi kata-kata inspiratif dan filosofis. Sedangkan aku? Hanya mengalir tanpa pernah dilirik. Tak ada yang menulis puisi untuk setetes air."

Kopi, yang baru saja diseduh dan masih mengepulkan aroma harum, tersenyum bijak. "Oh, sahabatku air," katanya, "hidupmu jauh lebih bermakna daripada sekedar berada di balik lensa kamera. Walau kau tidak pernah menjadi objek foto, peranmu dalam kehidupan manusia jauh lebih penting dan fundamental."

Air sedikit terkejut, lalu bertanya, "Apa maksudmu, kopi? Bukankah menjadi terkenal itu menyenangkan? Semua orang ingin mengabadikanmu dalam momen mereka."

Kopi mengangguk pelan. "Benar, mungkin menyenangkan dilihat dari sudut pandang itu. Namun, ketahuilah, manusia bisa hidup tanpa secangkir kopi, tetapi mereka takkan bisa bertahan tanpa air. Kau adalah esensi kehidupan itu sendiri. Tanpamu, semua makhluk di bumi akan kehausan dan mati."

Air mulai merenungkan kata-kata kopi, seolah menemukan pencerahan baru. "Jadi, menurutmu, lebih baik menjadi sesuatu yang berguna daripada hanya menjadi sesuatu yang sering diabadikan dalam gambar?"

Kopi tersenyum lebih lebar. "Tepat sekali, sahabatku. Manusia sering kali terjebak dalam ilusi kemewahan dan ketenaran. Mereka lupa bahwa yang paling penting adalah kebermanfaatan. Kau adalah sumber kehidupan bagi mereka. Setiap tetesmu membawa kehidupan baru, menyegarkan tubuh dan pikiran mereka."

Air kini merasa lebih baik. Ia menyadari bahwa meskipun tidak pernah menjadi bintang di media sosial, perannya sangat vital. "Terima kasih, kopi. Kau telah membuka mataku. Kini aku bangga menjadi air, meski tak terkenal, aku tetap bermanfaat."

Kopi mengangguk. "Itulah hikmahnya, sahabat. Dalam kehidupan, menjadi bermanfaat adalah hal yang paling mulia. Jangan pernah merasa rendah hanya karena tidak mendapat perhatian. Fokuslah pada peranmu yang sejati, dan dunia akan mencatatnya."


Ditulis ulang dari postingan cak Bas Goranggareng