Saturday, December 31, 2022

Konsep Pensiun

Kebanyakan dari kita sudah terpola untuk berpikir ingin hidup tenang di hari tua, duduk-duduk tanpa beban, hanya bermain dengan cucu, reunian jalan-jalan ke sana ke mari.

Kita ingin hidup di zona nyaman...

Atau kita hanya berpikir menghabiskan masa tua 

hanya dengan shalat dan membaca Quran dari waktu ke waktu, tanpa kegiatan lain...

Itulah mindset sebagian besar kita.

Setidaknya itulah fenomena yang terjadi di sekitar kita.

Ketika kita belum memasuki usia pensiun pun, kita kerap sudah merasa bukan saatnya untuk aktif.

Kita kehilangan gairah.

Bahkan mungkin kehilangan arah,

mau apa..?

mau ke mana..?

untuk apa...? 

Hanya ingin hidup tenang di zona nyaman.

Hanya ingin bersenang-senang, tak ingin bergerak.

Kita bahkan cenderung hanya ingin memikirkan diri sendiri. Makin tak peduli dengan sesama.

Kita merasa sudah saatnya istirahat...

Bukankah begitu??

Seperti itu pula dulu saya berfikir.

Sebenarnya, adakah Islam mengajarkan pola pikir semacam itu tentang hari tua..?


Alhamdulillah,, Alloh memberi jawaban dg mempertemukan aku pada seseorang,, sambil membaca Al Qur'an Surah Al-Insyirah: 7-8.

"Maka apabila engkau sudah selesai mengerjakan satu urusan, maka kerjakanlah dengan sungguh sungguh urusan yang lain. Dan kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap."


Lalu saya teringat,, kitab Sirah Nabawiyah

Rasulullah memulai hidup baru di usia 40 tahun.

Demikian pula sahabat-sahabat beliau, seperti :

Abu Bakar Siddiq yang lebih muda 2 tahun enam bulan dibanding Rasulullah


Di usia itu,

Rasulullah dan para sahabat memasuki perjuangan baru, meninggalkan kenyamanan yang selama ini mereka rasakan...


Harta, mereka infaqkan.

Martabat manusia mereka perjuangkan.

Bukannya bersantai dan stagnan, tapi mereka makin aktif dan dinamis.

Di usia tua Rasulullah

tidak sibuk dengan shalat dan membaca al Quran saja.


Mulai usia 53 tahun justru beliau makin aktif membina hubungan dengan sesama manusia. 

Membangun masyarakat madani civil society  di Madinah. 

Tidak hanya hubungan dengan Allah, tapi juga hubungan dengan manusia.

Beliau makin bermasyarakat, makin terlibat dalam kehidupan sosial.

Hingga akhir hayat, Rasulullah tidak pernah diam dan tidak juga ingin beristirahat.

Beliau juga tidak meninggal dalam keadaan kaya, 

tidak juga dalam keadaan pensiun karena beliau tetap memimpin umatnya.


Pensiun beliau SAW adalah kematian...


Begitu juga sahabat-sahabat Rasulullah yang lain.

Mereka pensiunnya setelah wafat. 

Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, contohnya. 

Bahkan Abu Ayyub al-Anshari berangkat  berperang menghadapi Byzantium pada usia 93 tahun.

 

Konsep pensiun yang umum dipahami masyarakat membuat kita lupa bahwa bertambah usia itu berarti kesempatan hidup kita makin berkurang


Manusia sukses versi Islam itu menurut hadist adalah:

Manusia terbaik di antaramu adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.


Bertambah usia, justru kita harus makin merambah dunia. *Berbagi dan menjadi sosok bermanfaat*.

Bukan berpikir untuk hidup santai dan sekadar menghabiskan waktu dengan hal-hal tak jelas.

Lagipula, makin pasif seseorang, makin cepat pikunlah ia.


Alhasil, jika memang kita ingin mempersiapkan hari tua, selain menyiapkan uang agar tidak berkekurangan, yang lebih penting adalah menyiapkan apa yang bisa kita lakukan agar kita bisa bermanfaat bagi sesama di hari tua, sampai saatnya menutup mata..

Tak ada kata terlambat untuk memulai hidup baru. 

Tua bukan alasan untuk putus asa dan berhenti. Merasa tua dan berpikir _"bukan saatnya lagi untuk hidup aktif dan dinamis adalah bukan pilihan yang tepat"_

Justru,  kita harus lebih hidup dan bersemangat.


Tidak ada kata pensiun untuk menjadi manusia sukses di mata Allah SWT.

 Sehat, Kuat selalu,  Semangaat dan Tetap Istiqamah di jalan-Nya. Aamiin

Semoga Alloh memberikan keberkahan dan ke Ridhoan nya kepada kita semua.

Aamiiin Yaa Robbal Aalamiiin.


Disadur dari WAG SMP dikirim oleh sahabatku Sutrisno, 31 Desember 2022

Tuesday, May 10, 2022

Rezeki Tidak Pernah Tertukar

Suatu hari, kami sekeluarga silaturahmi ke rumah saudara yang melahirkan anak ke-dua di jalan Surabaya yang berlokasi tidak jauh dari monas Jakarta pusat. Setelah pukul 11 siang kami pulang menuju bintaro, wilayah selatan Jakarta. Ketika kendaraan baru berjalan sebentar anak-anak bilang lapar. Oke kita cari rumah makan, sahut saya. Sambil jalan saya minta ke semua penumpang untuk lihat sebelah kiri jika ada rumah makan agar bilang supaya saya sebagai pengemudi bisa langsung belok ke kiri ke rumah makan.


Aneh…. Perjalanan sampai daerah pondok indah tidak ketemu dengan satupun rumah makan. 

Sesampainya perempatan pondok indah sy abil jalur kanan untuk belok kanan karena lokasi bintaro berada di sebelah barat pondok indah. Sy ambil jalan terlalu ke kanan sehingga mobil dibelakang menjadi tersumbat dan membunyikan klakson, sehingga kami harus jalan terus di jalur paling kanan dan akhirnya kami pun harus putar balik menuju ke arah utara lagi mengarah ke Jakarta.

Kami putuskan untuk mengikuti jalur lalulintas ke arah Jakarta dan mencari jalan belok kiri agar menuju bintaro. Ketika ketemu jalan belok kiri pertama ke arah tahan kusir, seratus meter setelah belokan pertama tersebut ada food court… dan kami pun berhenti di situ untuk makan siang.

Betul-betul rezeki itu tidak tertukar… kami membawa uang, membawa rombongan satu mobil penuh untuk makan siang, kami cari warung makan sepanjang jalan dari derah monas ke Jakarta selatan ternyata ketemunya di jalan kecil daerah pondok indah. Rezeki nya warung makan di jalan kecil pondok indah.

Rezeki tidak pernah tertukar. Mirip seperti tambal ban motornya cak Bas pagi ini. Cak Bas sedang mengantar rezekinya tukang tambah ban. 

Selamat pagi selamat menjemput rezeki kawan..